Jumat, 11 April 2008

P e r j a l a n a n N i r i a

Di tengah gunung hutan belantara yang hening dan dingin, angin bertiup mengiringi langkah lari-lari kecil gadis remaja yang sambil merentangkan tangannya berkata, ” Aku ingin menjadi…. “. Tiba-tiba ia tersandung batu dan terjatuh ke tanah,”auuuuuuuuuuw!!!”. Ia memegangi lututnya dengan sangat hati-hati lalu meniupkannya dengan penuh ketelitian.

Lama sekali dia meniupnya sampai tidak terasa hari sudah gelap namun ia masih di sana... sendirian...hanya suara cicak yang ribut dan riuh di atas pohon seakan berkata,” Cepat pulang!cepat!cepat!”. Sekeliling tidak ada orang, sungguh sepi sampai bulu kuduk terasa berdiri jika kau berada di sini, namun tidak pada gadis ini. Ia melihat sesuatu yang berbeda, sesuatu yang aneh tapi nyata. Masih dengan tangan mengelus lututnya yang terluka itu, untuk pertama kalinya ia seperti dapat melihat angin membuat suatu putaran yang mengherankan. Ia berhembus, membentuk suatu lingkaran yang mengitari luka si gadis itu.

Luka yang terasa panas dan pedih, menjadi dingin, mengelupas menjadi kulit baru. Perlahan tapi pasti ada banyak mahluk-mahluk yang keluar dari rumah-rumah besar yang tadinya hanyalah sebatang pohon. Pegunungan di belakang menjadi istana yang dipenuhi kelelawar-kelelawar berterbangan, berebut keluar dari istana. Istana itu suram, seperti tak berpenghuni. Ia melihat semua mahluk aneh, berjalan tanpa menghiraukan dirinya yang masih terdiam. Terdiam bukan karena lukanya namun karena mahluk tidak berbentuk manusia ini. Ada yang tampak seperti orang baik, namun ada pula yang menyerupai raksasa, ada yang berupa kerdil berkaki lima. Lalu di depan matanya, batu yang tadi membuatnya terluka menjadi keong perak besar yang indah, berjalan menuju istana yang gerbangnya mulai terbuka. Hal yang membuatnya nyaris pingsan adalah desa tempat ia tinggal menjadi pelabuhan sebuah kapal besar dan sampan-sampan kecil di sekelilingnya. Kapal itu mendarat, penumpang yang keluarpun berwajah sangat seram, semua penumpangnya memiliki ciri-ciri fisik yang sama, hampir seluruhnya memanggul kapak di punggung, mereka tampak seperti algojo, dan lagi-lagi mendatangi istana itu. Gadis ini mulai ketakutan, rasanya ingin berteriak namun di hati merasa takut. Akhirnya ia menangis, tanpa suara. “Ibu! Di mana engkau? Aku membutuhkan mu! Mengapa engkau pergi lebih cepat? Ayah aku rindu kamu! Dimana kalian berada! Aku rindu kalian”, membatin anak ini sambil mencium lututnya, uraian air mata telah membanjiri wajahnya yang putih tersebut.

Akhirnya untuk waktu yang sangat lama ia mampu untuk berdiri tegak dan berlari kesana-kemari untuk mencari jalan keluar. Hasilnya nihil. Ia tidak mampu menemukan jalan pulang, tempat itu dikelilingi oleh benteng raksasa dan desanya berubah menjadi lautan samudra. Ia terdiam menangis, merunduk terjatuh ke tanah, tidak sadarkan diri, yang ia ingat adalah ada seseorang yang membantu menggendongnya entah itu raksasa atau tidak.

***

Sinar matahari menyambut hari yang cerah. Gadis itu terbangun dari tidurnya di kandang kuda, ia melihat yang sudah dipastikan itu manusia... tetapi apa yang dilihatnya lebih dari itu. Ia melihat ayah dan ibunya, menjadi pekerja paksa oleh si algojo. Saat ia ingin berteriak ada seseorang yang mendekap mulutnya dari belakang. Dia mendekap dengan sangat keras, hampir membuat gadis itu tersesak...

” Kamu ingin ayah ibumu selamat bukan? Maka diamlah disini kalau engkau tidak ingin dijadikan budak para Nafyr...”, seorang lelaki berbisik .

” Maaf ... saya sama sekali tidak mengerti !!! Tempat apa ini? Dan bagaiman caraya engkau tahu tentang orangtuaku? Siapa kamu? Tolong jangan biarkan saya sendiri disini. Saya ketakutan!”, dengan wajah penuh harap-harap cemas gadis itu mengerutkan keningnya. Dengan erat ia memegang lengan lelaki yang terlihat sebaya dengan si gadis,” tolong teman saya disini! Bolehkah ku tahu namamu?”

“ Nama saya?…. Mmmm sayapun tttidak tahu. Tapi kau boleh memanggilku Rilian, semmmua orang di sini memanggilku demikian”, jawabnya dengan gagap,”tapi Niria, saya harus pergi sekarang juga, nanti kita bertemu lagi yaa!”, senyumannya tak terlupakan, sangat manis, sejuk, dingin merasuk.

“ Tapi bagaimana kau bisa tahu namaku?”, namun Rilian langsung bergegas, seperti hal darurat telah terjadi. Gadis itu ternganga, tidak menyangka orang yang baru dikenalnya akan mengetahui namanya. Namun ia mengikuti saran dari Rilian, yaitu tetap diam sampai dia datang.

Di malam hari, rasa takut sudah hilang namun rupanya masalah perut tidak mau pergi begitu saja. Perutnya seakan menuntut haknya kembali. Ia merasa cemburu dengan kuda-kuda yang dengan santapnya memakan makanan mereka . Lalu ia menemukan kebun apel, tepat di samping kiri kandang. “ Tampaknya tidak ada orang…”, perlahan ia mendatangi kebun itu secara diam-diam. Namun dirinya terlihat oleh si pemilik kebun, bentuk badannya seperti segitiga bermata satu. Lalu tanpa banyak bicara ia dengan sangat kasar dan tidak sopan, menyeret Niria ke dalam istana.

***

Ia melihat ribuan mahluk. Dari yang raksasa sampai sekecil semut memandangnya, ada yang dengan penuh nafsu, kebencian, senyuman sinis, dan serakah yang mengerikan.

“ Tuan Hurtya! Aku bawa penyusup di kebunku!! Akan kuserahkan padamu lebih lanjut!!!”, ucapnya dengan kata yang sopan tetapi dengan nada yang tinggi dan kasar.

“ Terimakasih atas kerjasamanya. Kuhargai itu… mari akan kubawa dia ke ruangan Tuan Ghostila berada”, jawaban denggan nada yang sangat halus.

Selanjutnya Niria dibawa oleh Hutrya si manusia setengah beruang setemgah manusia, penjaga keamanan istana, kesebuah ruangan yang sempit. Di sana punggung Niria dipukul dengan cakar Hutrya dan tidak ada rasa sakit sedikitpun ia seperti tertembus kedalam dinding lalu keruangan-ruangan dan memasuki pintu-pintu besar seukuran dinding tadi, dan terakhir menuju kamar yang penuh dengan kertas-kertas. Di balik seluruh kertas, seperti ada seseorang yang sibuk berbicara sendiri, seakan mengomentari dengan kertas tagihan yang dibacanya. Setelah dilihat lebih dekat ternyata dia adalah seorang kakek-kakek penuh uban dengan telinga yang menjulur sampai ke lantai. Melihat Niria dengan penuh rasa benci dan kesal. Ia berjalan menuju gadis ini dengan menggunakan telinganya, sedang paha dan kakinya tidak ada.

“ Bagaimana kamu bisa masuk kesini hah?!?!?! Bocah tengil tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu menyusup ke sini! Dari auramu sudah kupastikan kau bukan warga istana ini!! Siapa kamu sebenarnya! Dari mana negrimu! Katakan cepat!!!”, dengan mata memerah di hadapan wajah Niria, hembusan napasnya hampir dapat membuatmu pingsan. Namun tidak bagi Niria, dia bukan gadis biasa.

Dengan penuh keberanian, ketegasan dan keyakinan, Niria menjawab, “ Perkenalkan, diri hamba bernama Niria. Saya tidak sengaja memasuki alam anda. Dan saya bukan bocah tengil! Saya adalah gadis yang cerdas dan berakal. Saya adalah manusia dan memang benar saya bukan warga daerah ini. Serta tahu betul diri saya tidak layak di sini. Jadi dengan segala besar hatimu, maukah engkau mengembalikan aku ke tempat asalku? Tempatku bernama bumi di mana hanya manusia yang bisa berbicara di sana.”

Dengan mendorong lehernya ke belakang, kakek ini berkata,” Hmm… baru kulihat mahluk seperti ini sebelumnya, seperti…Rilian. Mahluk berbentuk yang cerdas dan tegas. Saya suka gaya berbicara kamu. Penuh dengan percaya diri dan keyakinan”.

“ Bagaimana jika anda mengambil anak ini menjadi pembantu pekerjaan saya? Bukankah jauh lebih bagus jika ada yang menolong saya bekerja, jadi saya tidak akan merasa keletihan lagi”, seseorang dengan baju disingsingkan serta wajah tidak asing lagi, yaitu Rilian. Dengan santainya ia berkata demikian. Setelah seharian menunggu janji yang tidak kunjung datang, tiba-tiba ia menawarkan pekerjaan pada Niria. Sungguh aneh dirasa, bukankah dia yang menyuruh Niria diam sampai dia datang...

“ Betul! Betul Rilian. Aku akan mengangkatmu menjadi salah satu karyawanku!”, raut wajahnya menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Dia menjadi senang dan lebih bersemangat,” ini! Silahkan isi identitas dirimu kedalam kertas ini!”, kata kakek itu.

Dengan sigap Rilian mengambil kertas itu dari tangan Kakek yang ingin diberikan pada Niria,” Bagaimana jika aku saja yang mengisinya?”, dengan waktu kurang dari tiga detik ia sudah mengisi. Namun darimana dia tahu Niria sebanyak itu? Bertemu saja tidak pernah… ini sungguh aneh!

“ Terimakasih Rilian, sekarang dengan adanya kontrak barumu dengan ku, kau akan bekerja dengan Rilian mulai sekarang”, setelah berkata demikian ia meninggalkan mereka berdua dan kembali mengomentari kertas-kertas tagihan yang telah teralihkan sejak tadi.

Rilian memegang pundak Niria dan dalam seketika ia sudah berada di “ Pasar Istana”. “ Inilah tampat yang cocok dengan mu. Tapi ingat jangan berbicara padaku didepan para tamu kita ini”, lagi-lagi Rilian pergi meninggalkan dengan alasan yang tidak jelas. Menghilang seperti dimakan angin dan debu.

***

Hari demi hari telah dilewati. Pada suatu hari ia berkenalan dengan seekor singa. Namanya Bruell. Bruell sangat dekat dengan Rilian dan bercerita banyak tentangnya. Bahwa Rilian adalah seorang manusia biasa seperti Niria yang ditinggal pergi oleh teman seperkemahannya dulu di tengah hutan. Bruell yang tampak sangat ramah ini melanjutkan ceritanya,”Aku masih ingat betul saat ia bercerita itu padaku, namun apabila diungkit tentang masalah itu lagi dia mengaku tidak ingat dan aku tahu mengapa… sihir di alam ini telah membuatnya lupa akan segalanya, bahkan dengan namanya sendiri! Yang aku sarankan padamu adalah: INGATLAH TERUS NAMAMU! Itulah sebab mengapa Rilian tidak bisa pulang. Ia bahkan tidak tahu dia tinggal dimana. Tapi ia tahu kalau ia bukan berasal dari sini. Karena akulah yang mengingatkan. Mari nak, akan kutuliskan namamu agar kau tidak lupa”. Lalu dengan cakarnya ia menggoreskan tulisan ’Niria’ di telapak tangan sebelah kanan. Niria tampak kesakitan namun ia menahannya, ia tahu ini demi kebaikannya. Setelah selesai singa itu meredam rasa sakit Niria dengan cara menjilat-jilat telapaknya. ” baikan?”, tanya Bruell dengan sangat bewibawa.

” Ya, terimakasih telah menolongku. Namun apa yang telah terjadi pada orangtuaku? Bagaimana bisa mereka masuk kedalam dunia ini?”, tanya Niria dengan penuh rasa penasaran.

“ Oo, kalau orangtuamu... aku pun tidak tahu, yang hanya aku tahu adalah mereka telah membuat ricuh ‘Pasar Istana’ ini dengan ulah memakan makanan jualan kami dengan sangat serakah, bahkan aku sendiri merasa jijik melihatnya. Mereka tampak seperti mahluk rendahan. Bukan maksudku menghina namun itulah faktanya. Sehingga sampai saat ini mereka dijadikan budak oleh Nafyr karena perbuatannya yang demikian”, perkataan yang menyakitkan dari Bruell membuat Niria terluka.

“ Aku tahu orangtuaku bukanlah orang yang berpendidikan namun kau tidak berhak berkata demikian terhadap mereka!”, sambil menangis tersedu ia keluar ruangan.

Lalu suatu pemandangan yang akan menjadi mimpi terburuk anak saat melihat orang tuanya diperlakukan tidak lebih dari seekor binatang rendahan dan memakan dengan mulutnya sendiri di tempat makan kandang ayam, telah terjadi. Ia berusaha memanggil ayah-ibunya dari jarak yang sangat dekat. Ia menghancurkan seluruh tempat makanan dari orang tuanya. “ Ayah! Ibu! Kenapa kau melakukan ini padaku?? Ini tidak adil! Kalian jahat! Kejam!”,dengan menangis sejadi-jadinya ia meneriaki orang tuanya seperti itu. Dan apa yang terjadi? Tiba-tiba wajah orangtua Niria menjadi sangat garang seakan dikendalikan oleh mahluk lain. Lambat laun mereka berubah menjadi seekor serigala yang lima kali lipat dari ukuran aslinya, mengejar-ngejar Niria seperti ingin memakannya. Melihat hal seperti itu dengan sigap Rilian menyelamatkan Niria dari sergapan orangtuanya sendiri dan mulai mencambuk mata orangtua Niria. Lalu mereka pergi dengan sendirinya. Niria terjatuh dalam deritanya, ia merasa hidupnya telah hancur… ia menangis tersedu-sedu, kau mungkin akan ikut menangis jika kau berada di sebelahnya. Rilian memeluk tubuh Niria dengan sangat erat, seakan mereka sudah mengenal beberapa tahun yang lalu. Hujan turun, Rilian mengenakan mantelnya kepada Niria yang sepertinya tertidur di pelukannya. Derasnya hujan seperti mengiringi kesedihan yang dialami Niria. Rilian memberikan Niria pada pundak Bruell, dan membawanya ke kamar tidur yang sudah disiapkan.

Rilian yang sebetulnya memiliki nasib lebih buruk daripada Niria mencium adanya bahaya yang datang. Burung-burung secara tiba-tiba berterbangan dari arah yang berbeda-beda. Ia berdiri di depan istana lalu menghilang bagai ditelan bumi, karena ia sudah berubah wujud menjadi angin yang berpusar. Ia pergi untuk mencari sumber bahaya. Ternyata itu dari negeri sebelah. Negeri buangan yang malang, mereka murka akibat ulah perbuatan orangtua Niria yang menghancurkan kebun penduduk setempat. Terjadilah pergulatan diantaranya. Namun ada yang lebih parah lagi. Mereka berencana untuk menyerang dimana tempat dia tinggal, sebab mereka ingin membalas dendam terhadap apa yang telah orangtua Niria lakukan pada mata pencaharian mereka. Rilian segera melaporkan hal ini pada kakek pemilik istana. Setelah kakek itu diberi tahu, kakek menjadi sangat takut dan memeriksa kotak uangnya untuk segera kabur. “ Tuan! Apa yang telah tuan lakukan adalah kesalahan! Kita harus menghadapi bukan melarikan diri!”, Rilian mengucapkannya dengan nada kesal.

“ Nak, kau akan tahu alasannya setelah kau menjadi seorang kakek tiada daya yang setiap hari hanya memikirkan tagihan hutang dan kehidupan sehari-hari sendirian”, setelah itu kakek meninggalkan ruangan. Rilian kebingungan, lalu dia menemukan secarik kertas kecil seperti hasil robekan namun tetap bisa dibaca, di situ ia menangis saat ia mengingat kembali nama sebenarnya tertulis dengan jelas di sana. Ia menangis selaiknya anak gadis, membasahi seluruh lantai di sana.

Pertempuran sudah tidak bisa dielakkan. Pertumpahan darah dimana-mana. Niria ke gudang belakang, mencari Rilian dan Bruell yang tidak ditemukannya. Saat ia pergi keluar, terdapat topan yang membawa dirinya dan kedua orangtuanya melayang di angkasa untuk beberapa waktu. Niria hanya bisa berpasrah diri pada Yang Maha Kuasa. Niria sudah menganggap dirinya mati dengan kedua orangtuanya, tetapi tidak. Angin itu seperti menyelamatkan mereka dari amukan perang menakutkan. Yang membawa mereka ke hutan yang sangat sepi sekali. Ternyata topan itu adalah jelmaan Rilian. Ia membuat suatu lubang ajaib besar di tanah dan meminta Niria serta orangtuanya melompat kedalam, itulah satu-satunya cara untuk membawa mereka pergi dari tempat tersebut. Pada saat detik-detik perpisahan, Niria berkata,” apa aku masih bisa bertemu dengan mu? Tolong jawablah diriku?!”.

“ Ya, kuharap begitu. Kini aku tahu siapa namaku sebenarnya, dan kau sebaiknya cepatlah pergi, disini akan terjadi perkelahian hebat”, jawab Rilian dengan tegas setelah itu ia meniupkan kedua orangtua Niria yang masih tidak sadarkan diri, kedalam lubang tersebut.

“ Syukurlah kalau begitu, tapi apa kau tidak ikut bersama kami? Bukankah kau juga ingin sampai dirumah sekarang juga?”, sambil memegang erat lengan Rilian seakan tidak ingin dilepas.

” Tidak, bukan sekarang. Kau hanya perlu bersabar sampai hari itu datang... sekarang pergilah! aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi padamu!”, sambil tersenyum ia mengecup kening Niria, pergi menjelma menjadi sesuatu yang tidak bisa dilihat namun dapat dirasakan keberadaannya. Tiba-tiba Bruell mengaum tepat didepan wajah Niria dan terjatuhlah ia kedalam lubang.

Setelah beberapa lama, ia tersadar dari pingsannya, dan melihat ke sekeliling, seperti mencari jawaban yang masih kelabu, kepalanya terasa sangat sakit karena ia terjatuh dari langit. Lalu ia melihat orang tuanya sudah kembali seperti semula. Ia lega.....

Kehidupan memang kembali seperti semula. Namun tiada satu hari pun ia tidak memikirkan Rilian, berharap ia kan kembali suatu hari nanti.

***

Setelah sepuluh tahun kemudian seluruh keadaan kembali seperti semula. Niria tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada orangtuanya yang tidak ingat sama sekali tentang kejadian di tanah mengerikan itu. Bersyukur ia menjadi wanita karir yang sukses. Seluruh bisnis hotel serta apartemennya terkenal di seluruh dunia, yang bernama Niria untuk hotel dan Rilian untuk apartemennya. Walau sudah sepuluh tahun yang lalu, namun tetap Niria tidak bisa melupakan peristiwa yang telah menimpa hidupnya. Suatu tempat dimana mimpi buruk dan cinta sejatinya bersatu. Sampai saat ini ia masih ingat bagaimana pertamakali ia bertemu dengan Rilian, cara bicara Rilian yang sering terngiang di telinganya. Dan masih bersabar menantinya kedatangannya. Sangat sabar…

Suatu hari Niria akan mengadakan pertemuan dengan teman-teman bisnisnya di Jakarta. Widi, Andriani, Indah, dan Raditya adalah teman yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri bagi Niria.

Mereka membicarakan lahan kosong milik pengusaha muda kaya yang berada di Bintan dan Bali. Menurut mereka kedua tempat itu adalah lokasi paling strategis bagi mereka untuk berinvestasi. Setelah perundingan alot dilaksanakan, akhirnya mereka setuju untuk menanam sahamnya di sana yang rencananya agar dijadikan hotel bintang lima.

Setelah seminggu kemudian, inilah waktunya untuk bertemu dengan pengusaha tersebut. Mereka sudah membuat janji pertemuan pukul sepuluh siang di restoran hotel milik Andriani di Surabaya.

Dua menit menunggu, namun bagi wanita-wanita ini waktu lebih mahal dari pada uang, sehingga mereka mengomel-ngomel sendiri, dan mengomentari kinerja pengusaha muda ini dengan opini mereka masing-masing , ada yang berkata ini pertanda buruklah, ada yang berkata pria ini tidak profesional, ada yang berkata tidak ingin membuat perjanjian dengan pengusaha ini lagi dan lain sebagainya. Tetapi tidak dengan Niria, ia sabar menunggu sambil membaca buku novel kesukaannya dan sesekali mencicipi buah-buahan yang tersedia di meja. Giginya yang indah menghiasi tawa kecilnya, ketika melihat teman-temannya seperti kebakaran jenggot sendiri.

Tidak lama kemudian orang yang ditunggu-tunggu sudah datang. Dengan terengah-engah seperti habis berlarian, dia meminta maaf pada seluruh orang dan berusaha menjelaskan mengapa ia telat datang. Widi yang sudah mengeluarkan ekspresi kesal, segera ingin melanjutkan pertemuan mereka dengan pembicaraan yang lebih bermutu. Tetapi ada satu orang yang berwajah lebih aneh dari pada semuanya sampai menjatuhkan gelas air minumnya ke lantai, dan di saat itu juga ia sadar telah membuat salah satu temannya rugi besar akibat perbuatannya. Niria berusaha memungutnya namun tangannyalah yang berdarah akibat pecahan tajam gelas tersebut,” Auuuuuuw!!!”, ia memegangi jarinya sambil meniupkannya dengan penuh ketelitian.

Lalu ada yang datang dengan spontan meraih luka Niria. Ia menghembuskan napasnya , namun aneh, napas tersebut membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi luka Niria, rasa pedih berubah menjadi dingin, seketika kulit menjadi kering dan mengelupas,” Bagaimana? Baikan bukan?”,dengan senyuman yang tak terlupakan, sejuk, dingin merasuk,” Perkenalkan nama saya Chandra senang bertemu dengan anda”. Ia memeluk Niria yang masih ternganga, dengan pelukan hangatnya seperti di kala hujan menyatukan mereka...” aku menepati janjiku bukan? Tenanglah aku sekarang disampingmu”. Sungguh hari itu adalah hari terbaik bagi Niria di sepanjang hidupnya. Yang diakhiri oleh tangis haru air mata. Dari cinta sejati mereka.

Kamis, 03 April 2008

Niria sudah berubah

“Duh! Pusing!!!”, kata Niria sang ketua OSIS SMUN 3 yang sedang mengurusi Pensi tahunan sekolahnya. Memang tidak heran bagi kita melihatnya berkata demikian. Betapa tidak! Sudahlah menjadi ketua OSIS, ia juga menjadi ketua Cheerleader di sekolahnya. Tidak hanya dengan itu ia juga menjuarai beberapa perlombaan seperti membuat cerpen, piano,violin dan beberapa olimpiade akademik lainnya. Namun, dia tipe anak yang kuat dan berani menghadapi segala persoalan di hadapannya. Itulah mengapa dia selalu menjadi juara umum di sekolahnya. Ia bukan tipe gadis yang suka menangis di kala kekasih meninggalkannya, tetapi ia malah berkata,” Alhamdullilah!”. Wanita karir adalah tujuan ia lahir di dunia, dan menjadi sukses sampai di surga nanti. Tetapi ada kalanya pula ia sedikit melupakan Tuhan dan merasa dirinya yang terhebat sehingga kadang-kadang teman-temannya suka mengeluh tentang dirinya.

“ Nir, Nir... kamu jadi gadis jangan sebegitu sibuknya donk…,” kata Zella dengan mengelus rambut panjang tebal nan hitam milik Niria , “ sampai-sampai kamu melupakan si Ardiansyah… kasihan tahu dia…”.

“ Ardiansyah??? Ardiansyah yang sekolah mana? SMAN 1, SMUN 8, atau Don Bosco? Kasih informasi itu yang jelas dong Zell! Huu!”, balas Niria.

“ Idih! Ini anak .. aku kasih tahu malah ngebantah… Ardiansyah Putra! Pacar kamu yang di kelas 11A-IPA! Alias sekelas sama kamu! Masa begitu aja gak tahu! Kamu tuch emang udah keterlaluan ya Nir!,” bentak Zella yang kemudian meninggalkan dirinya.

Niria hanya terdiam menanggapi kemarahan temannya, ia tahu siapa yang dimaksud dengan Ardiansyah sebenarnya, namun karena pertengkaran hebat semalam, ia menjadi tidak peduli lagi terhadap si Ardi, “ Laki-laki seperti itu kok dibicarain.. buang-buang waktu lagi… “, kata Niria dengan santai.

***

Bunyi bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi, suatu bunyi yang sangat diidamkan oleh Niria. Sesampainya ia di rumah, ia langsung membuka penutup pianonya membentangkan partiturnya dan mencoba untuk memainkan lagu Minuetto karya Johann Sebastian Bach, komposer favoritnya. Bar demi bar ia lewati dengan kesabaran dan ketelitiannya dalam membaca not balok, hal ini ia lakukan dengan sungguh-sungguh untuk memenangkan perlombaan piano tingkat provinsi yang akan dilaksanakan lusa. Piano adalah hobi yang paling ia suka dari semua hobi yang ia tekuni selama ini. Karena hanya dialah yang mendapat sorat lampu dari atas gedung dan hanya dialah yang mendapat sorakan tepuk tangn dan lemparan bunga mawar dari ribuan pengunjung jika ia sedang berlomba . Tidak seperti Cheerleader atau jabatannya sebagai ketua osis, yang selalu mementingkan kebersamaan dan toleransi antar sesama. Menurut Niria itu hanyalah penghambat bakatnya yang berpotensi. Sebagai contoh, jika ia menginginkan yang ini namun temannya ingin yang itu maka sebetulnya ia sudah mengecap temannya sebagai ”Pembangkang”, dan gagal bersikap profesional seperti dirinya... Tidak terasa sudah pukul 5 lebih 13 menit, Niria segera beranjak dari kursi pianonya menuju kamar mandi dengan membawa handuknya.

Bunyi ponsel yang tidak didengar Niria sejak tadi ternyata dari Ardiansyah yang ingin meminta maaf karna telah melontarkan kata-kata kasar untuk Niria. Namun tampaknya hal itu tidak berhasil sampai sekarang. ” Niria, maafkan aku jika ku menyakitimu, aku sama sekali tidak menyangka kalau akan berakhir seperti ini...”, ungkap Ardi dalam hati.

Lain dengan keadaan hati Niria yang saat ini ia sedang di puncak kebahagiaannya. Lagu piano dalam sekejap ia bisa langsung mainkan ( biasanya butuh waktu beberapa hari untuk memainkannya dengan baik dan benar ) selain itu ia berhasil menyelesaikan seluruh masalah yang didapatnya untuk menyelenggarakan pensi di Stadion di dekat sekolahnya. Sambil bernyanyi-nyanyi lagu ” I don`t need a man ” dan tertawa-tawa seperti menikmati hidup yang selalu menyediakan kemauannya. Air dingin yang telah membasahi tubuhnya itu, ikut menyegarkan hati dan badan yang telah kelelahan sejak tadi pagi. Ya, begitulah Niria, hidupnya selalu berada dalam kecukupan... memang selalu ada masalah menghampirinya, namun sebagian besar dari masalah itu cepat lenyap dari hadapannya.

***

Inilah hari dimana acara pensi sekolah dilaksankan. Seperti biasa suara Niria mendominasi diantara ratusan suara yang berada dalam stadion itu. Ia banyak mengoreksi tatanan susunan acara yang sudah dengan susah payah Drinian buat sampai tengah malam buta… Sebetulnya Drinian sedikit sakit hati dengan perkataan Niria terhadapnya namun apa mau dikata, Nirialah ketuanya. Dia hanya wakil ketua yang sedang memiliki atasan yang kurang menyenangkan. Mengangguk terdiam hanya itulah yang dapat dilakukan oleh Drinian saat itu.

” Hai Niria! Ada yang kami mau bicarakan nich... kita ada kabar...,” belum selesai Fanny menjawab sudah disanggah oleh Niria.

“ Maaf ya Fan.. Sekarang aku lagi sibuk, nanti kalau aku lagi istirahat aku pasti hubungin kamu… daaachh!!!,” Niria berlalu begitu saja meninggalkan dirinya sendirian.

“ Sudahlah Fan.. kita harus menerima dia sebagai teman kita yang super sibuk, maklumi saja…,” kata Widi yang menggantungkan tangannya di pundak Fanny. Namun Fanny yang tampak putus asa segera menjauhkan tangan Widi dengan tangan kanannya. Ia juga pergi meninggalkan Widi sendiri dengan wajah tertunduk lemas.

Tiba-tiba datang Febiella dari belakang Widi berkata,” Ada apa dengan Fanny? Ia tampak letih. Apa kau tahu penyebabnya Widi?”.

“ Tampaknya ketua Cheerleader dan sekaligus ketua OSIS kita sedang sibuk menjalankan tugasnya bukan?,” lalu ia menoleh ke arah Febriella dan melanjutkan perkataannya,” Kita lihat….. sampai kapan di kuat…,” lalu pergi jua meninggalkannya.

Niria memiliki jabatan sebagai ketua Cheerleader yang anggotanya bernama, Fanny, Febriella, Yovita, Tasya, Imelda dan Annisa. Dulu sebelum Niria menjadi ketua OSIS, Niria dan teman-temannya selalu berkompak dalam berbagai acara. Namun sepertinya hal itu tidak dapat terlihat lagi sekarang. Semuanya sudah memiliki keperluan masing-masing. Widi anak pintar dari Kelompok Ilmiah Remaja yang juga berteman dekat dengan Niria , berpendapat hal yang sama yaitu…….. Niria sudah berubah!

***

Sudah sore hari, akhirnya pekerjaan melelahkan Niria sudah selesai dia mencoba untuk menghubungi fanny tetapi ternyata ia tidak punya cukup pulsa untuk menghubunginya lalu bersiap-siap lagi untuk tugas barunya yaitu latihan piano. Dengan penuh penghayatan Niria memulai klentingannya yang pertama. Ternyata ada yang memperhatikan dari luar jendela. Memperhatikan dengan penuh keseriusan.

Selesai sudah lagu dimainkan, tiba-tiba ada suara tepuk tangan yang wajahnya sudah tidak asing lagi bagi Niria. Dialah Netrya Grinelia, anak terkaya di sekolahnya yang memiliki prestasi segudang dalam dirinya, dialah lelaki idaman Niria sejak dulu.

“ Wow… bagus sekali permainannya. Mau tidak kamu mengajari aku?,” kata Netya dari balik jendela sambil menaruh sedua tangannya di bawah jendela.

Niria yang sangat yang malu ternyata dirinya diperhatikan, langsung keluar ruangan untuk bertemu dengan Netrya. “ Hai Net! Bagaimana kamu bisa di sini?,” tanya Niria.

“ O, ternyata kamu belum tahu ya… aku sekarang pindah rumah di daerah ini…”.

“ Oya?”, hampir berteriak kegirangan,” wow! Itu kabar bagus jadi kita bisa saling bertemu…,” selagi merka memiliki pembicaraan yang sayang untuk dilewatkan, suara E-mail masuk berbunyi, ternyata itu dari Fanny. Yang berisi : “Hai Ria! Aku harap kau segera membalasku tetapi jika tidak juga tidak apa aku tahu engkau adalah orang yang super sibuk… aku hanya ingin bercerita, bahwa tadi siang aku bertemu dengan Netrya! Ituloh anak terkeren di kelas 11-Aksel-IPA. Dan dalam seketika ku langsung jatuh cinta dengannya!!! Kau tidak bisa membayangkan bagaimana senangnya diriku ketika ku bertemu dengannya… haaahhh terasa di surga!!! Selain itu aku juga ingin memberitahu kalau anggota Cheerleader kita akan mengisi acara di pembukaan toko bermerek baju remaja yang akan di adakan besok! Jadi siap-siap yaa! Dah! Jangan lupa shalat Maghrib ya! Sampai bertemu besok!”

Sementara itu dengan asyiknya Niria dan Netrya erbincang-bincang mengenai masa lalu mereka tampak romantis di beberapa saat sampai Netrya berkata,” Wah! Tidak terasa sudah hampir malam. Aku pergi dahulu ya Nir! Sampai berjumpa besok di sekolah!”

“ Ya! Sampai berjumpa juga!,” sambil tersenyum-senyum ia menuju kamarnya. Lalu ia menuliskan sesuatu dalam buku hariannya. “ Hari ini, aku sedang bertemu dengan lelaki idaman ku! Namanya Netrya yang kelasnya bersebelahan denganku. Haaaahh! Betapa senangnya diriku hari ini!”. Sampai jam 01.00 WIB Niria lupa mematikan laptopnya, tanpa melihat-lihat apa yang ada di laptopnya ia matikan alat canggih tersebut.

***

Keesokan harinya… Fanny dengan wajah yang sangat gembira menuju ke kelas Niria yang kebetulan tidak jauh dari kelasnya yaitu kelas 11-B-IPA. Sambil membawa baju seragam baru Cheerleader mereka, tiba-tiba ia tersentak di depan pintu kelas Niria. Ia melihat pemandangan yang sangat tidak biasanya. Dengan mesranya tangan Netrya memegang tangan Niria. Hal ini juga dialami oleh Ardiansyah, wajah sedih sudah berada di mukanya walaupun ia mencoba menutup-nutupinya. Fanny melihat Niria sperti memanggil namanya, namun Fanny langsung pergi dan menangis di gudang belakang dengan tersedu-sedu. Ia mencampakkan baju yang tadinya ia ingin serahkan pada Niria. Tasya, Yovita, dan Imelda tidak sengaja mendengar tangisan itu, segera masuk ke gudang untuk meredam tangisan Fanny yang begitu menyedihkan untuk didengar.

Pada malam hari, saatnya anggota Cheerleader bersiap-siap untuk penampilan mereka sebentar lagi. Dengan wajah ketakutan Annisa berkata,” Gawat teman-teman!!! Aku tidak melihat tanda-tanda Niria disini!”.

” Apa!,” kata Tasya sambil matanya melotot. ” Niria masih belum datang juga!”

” Padahal aku sudah menaruh baju seragam kita yang baru itu di tas Niria sepulang sekolah dan juga berpesan agar ia datang malam ini juga!,” kata Yovita.

Dengan sigap Fanny mengambil ponsel N810-nya itu dari tasnya. Segera menghubungi Niria untuk segera datang ke acara tersebut sekarang juga.

Di lain tempat, di saat yang sama… Niria sedang bersenda gurau dengan teman-teman sesama pemain pianonya. Mereka semua berasal dari luar negeri. Seperti Brunetta dari Spanyol, Clarkien dari Bulgaria, Hyarza dari Peru dan lain sebagainya. Semua datang dalam satu tujuan, yaitu pertandingan piano. Tampaknya Niria sangat menikmati hidupnya hari ini. Dengan meninggalkan tasnya dirumah tanpa ada dibuka sedikitpun, ia langsung mandi dan ganti baju menuju ke tempat dia bertanding. Karena indahnya situasi tersebut sehingga ia mematikan ponselnya supaya tidak mengganggu suasana.

Nihil-lah rencana Fanny untuk menghubungi Niria yang sama sekali tidak tahu akan rencana teman-temannya ini karena susahnya menghubungi Niria. Dengan terpaksa Fanny mengganti posisi Niria sebagai kapten. Akhirnya mereka melakukan aksi panggungnya dengan wajah setengah niat, lalu setengahnya lagi tidak. Namun itu tidak menghalangi para penonton untuk memberi tepuk tangan yang sangat meriah untuk mereka. Wajah mereka terlihat girang, tetapi tidak bagi Fanny. Ia masih memikirkan keadaan Niria saat ini, sebetulnya ia masih sangat marah dengan Niria namun dilain hati ia juga masih menganggap Niria sebagai saudaranya sendiri. Tiba-tiba jepretan kamera telah menmbuyarkan pikiran Fanny atas Niria dan kembali fokus pada gerakan tariannya.

“ Maka! Berikanlah selamat bagi pemenang lomba piano klasik tingkat nasional kita! Ialah.... Niria Theresia!,” ucap pembawa acara tersebut, tepuk tangan meriah langsung memenuhi suara di dalam gedung. Dengan tersenyum-senyum memamerkan giginya yang putih tersebut. Berpuluh penonton berebut untuk meminta foto bareng dengannya.

Teman-teman yang dalam perjalanan pulang dari pertunjukannya, melihat Niria yan berada di dalam gedung di kelilingi oleh orang-orang yang mereka tidak kenal. Mereka ingin masuk tetapi kedua satpam bertubuh besar menghalangi mereka. Mereka sudah beralasan bahwa mereka ini adalah temannya, namun siapa percaya?.

Tidak lama kemudian, Niria keluar dari gedung tersebut. Sambil memegang mesra tangan Netrya, ia melihat teman-temannya diluar sedang dihalangi satpam. Segera ia mendatangi temannya itu dan menyuruh mereka masuk. Dan setelah itu dia langsung menceritakan betapa senangnya ia mendapat piala dan sudah sah menjadi kekasih Netrya.

” Wah! Kalau begitu selamat buat kamu tapi ada hal yang lebih penting lagi yang ingin kami bicarakan,” kata Fanny.

” Hah? Hal penting? Apa tidak lebih baik jika kita membicarakannya besok saja?,” kata Niria menjawab,” sekarang kita hanya perlu bersenang-senang saja!”

” Maaf Niria, tapi aku ingin membicarakannya sekarang juga!,” Tasya tampaknya sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi,” Aku ingin keluar dari anggota ini!”.

” Apa!!!,” Niria langsung berdiri melihat wajah geram Tasya dan teman yang lainnya.

” Ya Niria,” Fanny sekarang angkat bicara,” kami sudah tidak sanggup lagi dengan perilaku kamu sebagai kapten yang sama sekali tidak bis bertanggung jawab akan sesuatu yang ia buat sendiri. Dari pada kami menggantung lebih baik kami keluar saja dari kelompok ini,” lalu ia buang seragam baru yang ia buat sendiri ke tong sampah terdekat.

” Apa maksud kalian berbuat seperti ini padaku? Apa salah ku?,” Niria yang tampak sangat syok tersebut, langsung diburu para penggemarnya yang dari tadi sudah menunggunya di luar. Dalam sekejap tiba-tiba posisi berdiri Fanny, Yovita, Tasya, Annisa, Imelda dan Febriella di kacaukan oleh puluhan penggemar Niria yang sudah tidak sabar itu. Imelda dan Febriella melihat Niria diangkat oleh penggemarnya ke atas. Sementara itu Annisa dan teman-temannya dibawa keluar oleh satpam secara paksa. Mereka hanya melihat kemenangan teman mereka tetapi mereka tidak bisa merasakan hal yang sama di saat yang sama. Satu per satu mereka membakar seluruh aksesoris dan seragam mereka. Fanny terlihat menguraikan air mata tidak menyangka ini akan segera berakhir begitu saja. Di hembus angin malam ia melihat rembulan yang tertutup oleh kabut malam, namun sinarnya tetap menyala terang di atas sana. Semuanya memeluk teman yang berada di dekatnya... melihat perlahan tepi pasti, api telah memusnahkan seluruh kenangan terindah dalam masa suka dan duka, dalam tawa dan canda.

***

Saat Niria sampai di rumah, ia baru menyadari betapa bodohnya ia meninggalkan temannya seperti itu. Ia baru sadar bahwa apa yang ingin dikatakan Fanny tentang Netrya pasti telah membuat hatinya terpecah belah........ Ia pun menangis dalam keheningan malam... ditemani dengan suara derasnya air hujan dan petir yang mengguyur kota ini.

***

Keesokan harinya, hari pertama masuk sekolah setelah hari-hari melelahkan terlampaui. Niria melihat Netrya berciuman dengan gadis lain di belakang sekolahnya. Betapa hancur hati Niria sekarang. Sudahlah teman menghilang sekarang orang yang dia kira baik, ternyata telah berkhianat untuk orang lain. Dengan menangis tersedu-sedu Niria lari menuju ke kelasnya yang riuh itu.

Imelda yang melihat hal itu segera memberitahukan kepada tema-temannya. Widi berkata,” Ooo, saat inilah Niria sudah tidak kuat lagi.... ’

Teman-temannya tidak bisa berkata apa-apa, sebetulnuya mereka ingin saja jika ingin menanyakan hal itu pada Niria, namun dilain pihak mereka juga telah merasa dipermainkan oleh Niria.

Siang sudah tiba, maka di sinilah teman-temannya mengetahui inti penyebab masalah mengapa Niria menangis tadi pagi. Ternyata Netrya telah mematahkan hatinya dengan gadis lain yang ternyata gadis itu adalah temannya ia sendiri yaitu Brunetta, sesama teman pemain piano klasiknya tadi malam.

***

Sepulang sekolah Fanny segera menemui Netrya bersama teman-teman yang lain di gym biasa mereka bermain bola basket. Di situ Fanny berkata,” Heh! Kamu itu maunya apa sich dengan Niria!!! Kalau kamu menyakitinya sama artinya kau menyakiti kami tau!!!”

“Hahaha! Apa aku tidak salah dengar!,” kata Netrya dengan memegangi perutnya,” bukankah kalian sudah putus hubungan dari sejak tadi malam! Jadi..,” belum selesai Netrya menyelesaikan kata-katanya. Seseorang yang tinggi menjulang mengambil tas milik Netrya yang besar untuk membawa segala perlengkapan Netrya itu... lalu ia hantamkan pada wajah Netrya dengan sangat keras sampai dua kali. Yang untuk ketiga kalinya, Febriella langsung mengambil tas tersebut dari tangan Fanny, sehingga berakhirlah acara pemukulan yang mengakibatkan bibir Netrya itu berdarah...

” Itulah balasan bagi orang yang telah berbuat macam-macam dengan salah satu dari kami... aku menyesal pernah ada hati denganmu dulu. Namun sekarang... jangan harap!,” itulah hal terakhir dari yang Fanny katakan.

Imelda mendekat pada kuping Netrya yang tidak bisa mengucapkan apa-apa lagi ,” Ambil Brunettamu cowok tidak tahu diri dan tahu malu. Yang datang ke sini hanya untuk cari malu!,” tangan Imelda mendorong Netrya jatuh ke tanah tanpa daya.

***

Di malam harinya, Febriella dan kawan-kawan berencana menonton film. Namun pada saat TV dinyalakan. Tiba-tiba wajah Niria sudah terpampang dengan jelas di layar tersebut. Di dalamnya ia hanya berkata bahwa sebentar lagi akan di adakan acara kumpulan lagu piano klasik yang akan dibwakan langsung oleh Niria. Teman-teman yang menyaksikan hal tersebut langsung menyuruh Tasya untuk membatalkan rencana menonton film mereka. Mereka segera ingin membeli tiket masuk gedung dimana temannya itu akan berkonser.

Sudahlah mereka membeli tiketnya untuk masuk kedalam lalu mereka duduk ditempat yang sudah disediakan. Lagu pertama yaitu lagu Fuer Elise, yang dibawakan dengan merdunya oleh Niriadan seterusnya. Sampai pada lagu terakhir yang mereka tidak tahu judulnya namun mereka tahu lagu itu untuk siapa.

“ Maka di lagu terakhir ini saya dedikasikan untuk Fanny, Tasya, Imelda, Yovita, dan Febriella. Mereka adalah segalanya bagi saya, merekalah teman-teman sejati saya yang sebelumnya saya tidak ketahui keberadaannya. Dengan lagu ini saya ingin menyampaikan pesan bahwa…,” Niria terdiam sejenak,” aku sayang kalian.”

Seluruh kawan-kawan Niria melihatnya sambil berpegangan tengan tidak menyangka hal ini akan terjadi. Niria memulai lagunya tersebut. Sangat dalam arti maknanya sampai engkau tidak akan lagi mampu mencari arti lagu tersebut. Setelah selesai Fanny kemudian berteriak,” Niria!,” semua perhatian penonton tertuju pada Fanny,” kami juga masih sayang kamu.”

Lalu dari atas panggung Niria yang berpakaian gaun tersebut mendatangi seluruh teman-temannya tersebut ingin berpelukan dengan Fanny namun Fanny menolaknya. Ia memberikan teman-temannya yang lain untuk berpelukan. Saat semuanya sudah berpelukan. Niria langsung memberikan lengannya lebar-lebar ke arah Fanny, namun itu juga masih ditolaknya. ” Hey! Bukankah kita ini saudara bertengkar?” tamya Niria demgan antusias.

“ Maaf Niria tetapi aku hanya akan memaafkan engkau jika engkau berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama lagi,” kata Fanny

“ Ya, saya berjanji,” ucap Niria penuh dengan pengharapan

“ Maka kalau bgitu sekali bertengkar tetaplah saudara…,” lalu Fanny-lah yang pertama kali memeluk Niria dengan eratnya. Maka berakhirlah pertikaian di antara mereka.

Amanat : Janganlah terlalu fokus akan sesuatu karena yang lainnya akan membutuhkan perhatian dari kita juga. Selain itu cobalah untuk tidak bersikap egois, bukankah itu sudah menjadi keinginan Niria untuk selalu menjadi sorotan. Namun ketika itu sudah didapatkan jangan lupa akan hal-hal yang mendorongmu menjadi maju. Yaitu teman setia mu.

bagaimana ya????


agar dapat cepat menangkap pelajaran ???

selain aca buku terus sampai mata juling depan kumpulan rumus kimia???