Jumat, 11 April 2008

P e r j a l a n a n N i r i a

Di tengah gunung hutan belantara yang hening dan dingin, angin bertiup mengiringi langkah lari-lari kecil gadis remaja yang sambil merentangkan tangannya berkata, ” Aku ingin menjadi…. “. Tiba-tiba ia tersandung batu dan terjatuh ke tanah,”auuuuuuuuuuw!!!”. Ia memegangi lututnya dengan sangat hati-hati lalu meniupkannya dengan penuh ketelitian.

Lama sekali dia meniupnya sampai tidak terasa hari sudah gelap namun ia masih di sana... sendirian...hanya suara cicak yang ribut dan riuh di atas pohon seakan berkata,” Cepat pulang!cepat!cepat!”. Sekeliling tidak ada orang, sungguh sepi sampai bulu kuduk terasa berdiri jika kau berada di sini, namun tidak pada gadis ini. Ia melihat sesuatu yang berbeda, sesuatu yang aneh tapi nyata. Masih dengan tangan mengelus lututnya yang terluka itu, untuk pertama kalinya ia seperti dapat melihat angin membuat suatu putaran yang mengherankan. Ia berhembus, membentuk suatu lingkaran yang mengitari luka si gadis itu.

Luka yang terasa panas dan pedih, menjadi dingin, mengelupas menjadi kulit baru. Perlahan tapi pasti ada banyak mahluk-mahluk yang keluar dari rumah-rumah besar yang tadinya hanyalah sebatang pohon. Pegunungan di belakang menjadi istana yang dipenuhi kelelawar-kelelawar berterbangan, berebut keluar dari istana. Istana itu suram, seperti tak berpenghuni. Ia melihat semua mahluk aneh, berjalan tanpa menghiraukan dirinya yang masih terdiam. Terdiam bukan karena lukanya namun karena mahluk tidak berbentuk manusia ini. Ada yang tampak seperti orang baik, namun ada pula yang menyerupai raksasa, ada yang berupa kerdil berkaki lima. Lalu di depan matanya, batu yang tadi membuatnya terluka menjadi keong perak besar yang indah, berjalan menuju istana yang gerbangnya mulai terbuka. Hal yang membuatnya nyaris pingsan adalah desa tempat ia tinggal menjadi pelabuhan sebuah kapal besar dan sampan-sampan kecil di sekelilingnya. Kapal itu mendarat, penumpang yang keluarpun berwajah sangat seram, semua penumpangnya memiliki ciri-ciri fisik yang sama, hampir seluruhnya memanggul kapak di punggung, mereka tampak seperti algojo, dan lagi-lagi mendatangi istana itu. Gadis ini mulai ketakutan, rasanya ingin berteriak namun di hati merasa takut. Akhirnya ia menangis, tanpa suara. “Ibu! Di mana engkau? Aku membutuhkan mu! Mengapa engkau pergi lebih cepat? Ayah aku rindu kamu! Dimana kalian berada! Aku rindu kalian”, membatin anak ini sambil mencium lututnya, uraian air mata telah membanjiri wajahnya yang putih tersebut.

Akhirnya untuk waktu yang sangat lama ia mampu untuk berdiri tegak dan berlari kesana-kemari untuk mencari jalan keluar. Hasilnya nihil. Ia tidak mampu menemukan jalan pulang, tempat itu dikelilingi oleh benteng raksasa dan desanya berubah menjadi lautan samudra. Ia terdiam menangis, merunduk terjatuh ke tanah, tidak sadarkan diri, yang ia ingat adalah ada seseorang yang membantu menggendongnya entah itu raksasa atau tidak.

***

Sinar matahari menyambut hari yang cerah. Gadis itu terbangun dari tidurnya di kandang kuda, ia melihat yang sudah dipastikan itu manusia... tetapi apa yang dilihatnya lebih dari itu. Ia melihat ayah dan ibunya, menjadi pekerja paksa oleh si algojo. Saat ia ingin berteriak ada seseorang yang mendekap mulutnya dari belakang. Dia mendekap dengan sangat keras, hampir membuat gadis itu tersesak...

” Kamu ingin ayah ibumu selamat bukan? Maka diamlah disini kalau engkau tidak ingin dijadikan budak para Nafyr...”, seorang lelaki berbisik .

” Maaf ... saya sama sekali tidak mengerti !!! Tempat apa ini? Dan bagaiman caraya engkau tahu tentang orangtuaku? Siapa kamu? Tolong jangan biarkan saya sendiri disini. Saya ketakutan!”, dengan wajah penuh harap-harap cemas gadis itu mengerutkan keningnya. Dengan erat ia memegang lengan lelaki yang terlihat sebaya dengan si gadis,” tolong teman saya disini! Bolehkah ku tahu namamu?”

“ Nama saya?…. Mmmm sayapun tttidak tahu. Tapi kau boleh memanggilku Rilian, semmmua orang di sini memanggilku demikian”, jawabnya dengan gagap,”tapi Niria, saya harus pergi sekarang juga, nanti kita bertemu lagi yaa!”, senyumannya tak terlupakan, sangat manis, sejuk, dingin merasuk.

“ Tapi bagaimana kau bisa tahu namaku?”, namun Rilian langsung bergegas, seperti hal darurat telah terjadi. Gadis itu ternganga, tidak menyangka orang yang baru dikenalnya akan mengetahui namanya. Namun ia mengikuti saran dari Rilian, yaitu tetap diam sampai dia datang.

Di malam hari, rasa takut sudah hilang namun rupanya masalah perut tidak mau pergi begitu saja. Perutnya seakan menuntut haknya kembali. Ia merasa cemburu dengan kuda-kuda yang dengan santapnya memakan makanan mereka . Lalu ia menemukan kebun apel, tepat di samping kiri kandang. “ Tampaknya tidak ada orang…”, perlahan ia mendatangi kebun itu secara diam-diam. Namun dirinya terlihat oleh si pemilik kebun, bentuk badannya seperti segitiga bermata satu. Lalu tanpa banyak bicara ia dengan sangat kasar dan tidak sopan, menyeret Niria ke dalam istana.

***

Ia melihat ribuan mahluk. Dari yang raksasa sampai sekecil semut memandangnya, ada yang dengan penuh nafsu, kebencian, senyuman sinis, dan serakah yang mengerikan.

“ Tuan Hurtya! Aku bawa penyusup di kebunku!! Akan kuserahkan padamu lebih lanjut!!!”, ucapnya dengan kata yang sopan tetapi dengan nada yang tinggi dan kasar.

“ Terimakasih atas kerjasamanya. Kuhargai itu… mari akan kubawa dia ke ruangan Tuan Ghostila berada”, jawaban denggan nada yang sangat halus.

Selanjutnya Niria dibawa oleh Hutrya si manusia setengah beruang setemgah manusia, penjaga keamanan istana, kesebuah ruangan yang sempit. Di sana punggung Niria dipukul dengan cakar Hutrya dan tidak ada rasa sakit sedikitpun ia seperti tertembus kedalam dinding lalu keruangan-ruangan dan memasuki pintu-pintu besar seukuran dinding tadi, dan terakhir menuju kamar yang penuh dengan kertas-kertas. Di balik seluruh kertas, seperti ada seseorang yang sibuk berbicara sendiri, seakan mengomentari dengan kertas tagihan yang dibacanya. Setelah dilihat lebih dekat ternyata dia adalah seorang kakek-kakek penuh uban dengan telinga yang menjulur sampai ke lantai. Melihat Niria dengan penuh rasa benci dan kesal. Ia berjalan menuju gadis ini dengan menggunakan telinganya, sedang paha dan kakinya tidak ada.

“ Bagaimana kamu bisa masuk kesini hah?!?!?! Bocah tengil tidak tahu diri! Berani-beraninya kamu menyusup ke sini! Dari auramu sudah kupastikan kau bukan warga istana ini!! Siapa kamu sebenarnya! Dari mana negrimu! Katakan cepat!!!”, dengan mata memerah di hadapan wajah Niria, hembusan napasnya hampir dapat membuatmu pingsan. Namun tidak bagi Niria, dia bukan gadis biasa.

Dengan penuh keberanian, ketegasan dan keyakinan, Niria menjawab, “ Perkenalkan, diri hamba bernama Niria. Saya tidak sengaja memasuki alam anda. Dan saya bukan bocah tengil! Saya adalah gadis yang cerdas dan berakal. Saya adalah manusia dan memang benar saya bukan warga daerah ini. Serta tahu betul diri saya tidak layak di sini. Jadi dengan segala besar hatimu, maukah engkau mengembalikan aku ke tempat asalku? Tempatku bernama bumi di mana hanya manusia yang bisa berbicara di sana.”

Dengan mendorong lehernya ke belakang, kakek ini berkata,” Hmm… baru kulihat mahluk seperti ini sebelumnya, seperti…Rilian. Mahluk berbentuk yang cerdas dan tegas. Saya suka gaya berbicara kamu. Penuh dengan percaya diri dan keyakinan”.

“ Bagaimana jika anda mengambil anak ini menjadi pembantu pekerjaan saya? Bukankah jauh lebih bagus jika ada yang menolong saya bekerja, jadi saya tidak akan merasa keletihan lagi”, seseorang dengan baju disingsingkan serta wajah tidak asing lagi, yaitu Rilian. Dengan santainya ia berkata demikian. Setelah seharian menunggu janji yang tidak kunjung datang, tiba-tiba ia menawarkan pekerjaan pada Niria. Sungguh aneh dirasa, bukankah dia yang menyuruh Niria diam sampai dia datang...

“ Betul! Betul Rilian. Aku akan mengangkatmu menjadi salah satu karyawanku!”, raut wajahnya menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Dia menjadi senang dan lebih bersemangat,” ini! Silahkan isi identitas dirimu kedalam kertas ini!”, kata kakek itu.

Dengan sigap Rilian mengambil kertas itu dari tangan Kakek yang ingin diberikan pada Niria,” Bagaimana jika aku saja yang mengisinya?”, dengan waktu kurang dari tiga detik ia sudah mengisi. Namun darimana dia tahu Niria sebanyak itu? Bertemu saja tidak pernah… ini sungguh aneh!

“ Terimakasih Rilian, sekarang dengan adanya kontrak barumu dengan ku, kau akan bekerja dengan Rilian mulai sekarang”, setelah berkata demikian ia meninggalkan mereka berdua dan kembali mengomentari kertas-kertas tagihan yang telah teralihkan sejak tadi.

Rilian memegang pundak Niria dan dalam seketika ia sudah berada di “ Pasar Istana”. “ Inilah tampat yang cocok dengan mu. Tapi ingat jangan berbicara padaku didepan para tamu kita ini”, lagi-lagi Rilian pergi meninggalkan dengan alasan yang tidak jelas. Menghilang seperti dimakan angin dan debu.

***

Hari demi hari telah dilewati. Pada suatu hari ia berkenalan dengan seekor singa. Namanya Bruell. Bruell sangat dekat dengan Rilian dan bercerita banyak tentangnya. Bahwa Rilian adalah seorang manusia biasa seperti Niria yang ditinggal pergi oleh teman seperkemahannya dulu di tengah hutan. Bruell yang tampak sangat ramah ini melanjutkan ceritanya,”Aku masih ingat betul saat ia bercerita itu padaku, namun apabila diungkit tentang masalah itu lagi dia mengaku tidak ingat dan aku tahu mengapa… sihir di alam ini telah membuatnya lupa akan segalanya, bahkan dengan namanya sendiri! Yang aku sarankan padamu adalah: INGATLAH TERUS NAMAMU! Itulah sebab mengapa Rilian tidak bisa pulang. Ia bahkan tidak tahu dia tinggal dimana. Tapi ia tahu kalau ia bukan berasal dari sini. Karena akulah yang mengingatkan. Mari nak, akan kutuliskan namamu agar kau tidak lupa”. Lalu dengan cakarnya ia menggoreskan tulisan ’Niria’ di telapak tangan sebelah kanan. Niria tampak kesakitan namun ia menahannya, ia tahu ini demi kebaikannya. Setelah selesai singa itu meredam rasa sakit Niria dengan cara menjilat-jilat telapaknya. ” baikan?”, tanya Bruell dengan sangat bewibawa.

” Ya, terimakasih telah menolongku. Namun apa yang telah terjadi pada orangtuaku? Bagaimana bisa mereka masuk kedalam dunia ini?”, tanya Niria dengan penuh rasa penasaran.

“ Oo, kalau orangtuamu... aku pun tidak tahu, yang hanya aku tahu adalah mereka telah membuat ricuh ‘Pasar Istana’ ini dengan ulah memakan makanan jualan kami dengan sangat serakah, bahkan aku sendiri merasa jijik melihatnya. Mereka tampak seperti mahluk rendahan. Bukan maksudku menghina namun itulah faktanya. Sehingga sampai saat ini mereka dijadikan budak oleh Nafyr karena perbuatannya yang demikian”, perkataan yang menyakitkan dari Bruell membuat Niria terluka.

“ Aku tahu orangtuaku bukanlah orang yang berpendidikan namun kau tidak berhak berkata demikian terhadap mereka!”, sambil menangis tersedu ia keluar ruangan.

Lalu suatu pemandangan yang akan menjadi mimpi terburuk anak saat melihat orang tuanya diperlakukan tidak lebih dari seekor binatang rendahan dan memakan dengan mulutnya sendiri di tempat makan kandang ayam, telah terjadi. Ia berusaha memanggil ayah-ibunya dari jarak yang sangat dekat. Ia menghancurkan seluruh tempat makanan dari orang tuanya. “ Ayah! Ibu! Kenapa kau melakukan ini padaku?? Ini tidak adil! Kalian jahat! Kejam!”,dengan menangis sejadi-jadinya ia meneriaki orang tuanya seperti itu. Dan apa yang terjadi? Tiba-tiba wajah orangtua Niria menjadi sangat garang seakan dikendalikan oleh mahluk lain. Lambat laun mereka berubah menjadi seekor serigala yang lima kali lipat dari ukuran aslinya, mengejar-ngejar Niria seperti ingin memakannya. Melihat hal seperti itu dengan sigap Rilian menyelamatkan Niria dari sergapan orangtuanya sendiri dan mulai mencambuk mata orangtua Niria. Lalu mereka pergi dengan sendirinya. Niria terjatuh dalam deritanya, ia merasa hidupnya telah hancur… ia menangis tersedu-sedu, kau mungkin akan ikut menangis jika kau berada di sebelahnya. Rilian memeluk tubuh Niria dengan sangat erat, seakan mereka sudah mengenal beberapa tahun yang lalu. Hujan turun, Rilian mengenakan mantelnya kepada Niria yang sepertinya tertidur di pelukannya. Derasnya hujan seperti mengiringi kesedihan yang dialami Niria. Rilian memberikan Niria pada pundak Bruell, dan membawanya ke kamar tidur yang sudah disiapkan.

Rilian yang sebetulnya memiliki nasib lebih buruk daripada Niria mencium adanya bahaya yang datang. Burung-burung secara tiba-tiba berterbangan dari arah yang berbeda-beda. Ia berdiri di depan istana lalu menghilang bagai ditelan bumi, karena ia sudah berubah wujud menjadi angin yang berpusar. Ia pergi untuk mencari sumber bahaya. Ternyata itu dari negeri sebelah. Negeri buangan yang malang, mereka murka akibat ulah perbuatan orangtua Niria yang menghancurkan kebun penduduk setempat. Terjadilah pergulatan diantaranya. Namun ada yang lebih parah lagi. Mereka berencana untuk menyerang dimana tempat dia tinggal, sebab mereka ingin membalas dendam terhadap apa yang telah orangtua Niria lakukan pada mata pencaharian mereka. Rilian segera melaporkan hal ini pada kakek pemilik istana. Setelah kakek itu diberi tahu, kakek menjadi sangat takut dan memeriksa kotak uangnya untuk segera kabur. “ Tuan! Apa yang telah tuan lakukan adalah kesalahan! Kita harus menghadapi bukan melarikan diri!”, Rilian mengucapkannya dengan nada kesal.

“ Nak, kau akan tahu alasannya setelah kau menjadi seorang kakek tiada daya yang setiap hari hanya memikirkan tagihan hutang dan kehidupan sehari-hari sendirian”, setelah itu kakek meninggalkan ruangan. Rilian kebingungan, lalu dia menemukan secarik kertas kecil seperti hasil robekan namun tetap bisa dibaca, di situ ia menangis saat ia mengingat kembali nama sebenarnya tertulis dengan jelas di sana. Ia menangis selaiknya anak gadis, membasahi seluruh lantai di sana.

Pertempuran sudah tidak bisa dielakkan. Pertumpahan darah dimana-mana. Niria ke gudang belakang, mencari Rilian dan Bruell yang tidak ditemukannya. Saat ia pergi keluar, terdapat topan yang membawa dirinya dan kedua orangtuanya melayang di angkasa untuk beberapa waktu. Niria hanya bisa berpasrah diri pada Yang Maha Kuasa. Niria sudah menganggap dirinya mati dengan kedua orangtuanya, tetapi tidak. Angin itu seperti menyelamatkan mereka dari amukan perang menakutkan. Yang membawa mereka ke hutan yang sangat sepi sekali. Ternyata topan itu adalah jelmaan Rilian. Ia membuat suatu lubang ajaib besar di tanah dan meminta Niria serta orangtuanya melompat kedalam, itulah satu-satunya cara untuk membawa mereka pergi dari tempat tersebut. Pada saat detik-detik perpisahan, Niria berkata,” apa aku masih bisa bertemu dengan mu? Tolong jawablah diriku?!”.

“ Ya, kuharap begitu. Kini aku tahu siapa namaku sebenarnya, dan kau sebaiknya cepatlah pergi, disini akan terjadi perkelahian hebat”, jawab Rilian dengan tegas setelah itu ia meniupkan kedua orangtua Niria yang masih tidak sadarkan diri, kedalam lubang tersebut.

“ Syukurlah kalau begitu, tapi apa kau tidak ikut bersama kami? Bukankah kau juga ingin sampai dirumah sekarang juga?”, sambil memegang erat lengan Rilian seakan tidak ingin dilepas.

” Tidak, bukan sekarang. Kau hanya perlu bersabar sampai hari itu datang... sekarang pergilah! aku tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi padamu!”, sambil tersenyum ia mengecup kening Niria, pergi menjelma menjadi sesuatu yang tidak bisa dilihat namun dapat dirasakan keberadaannya. Tiba-tiba Bruell mengaum tepat didepan wajah Niria dan terjatuhlah ia kedalam lubang.

Setelah beberapa lama, ia tersadar dari pingsannya, dan melihat ke sekeliling, seperti mencari jawaban yang masih kelabu, kepalanya terasa sangat sakit karena ia terjatuh dari langit. Lalu ia melihat orang tuanya sudah kembali seperti semula. Ia lega.....

Kehidupan memang kembali seperti semula. Namun tiada satu hari pun ia tidak memikirkan Rilian, berharap ia kan kembali suatu hari nanti.

***

Setelah sepuluh tahun kemudian seluruh keadaan kembali seperti semula. Niria tumbuh menjadi anak yang berbakti kepada orangtuanya yang tidak ingat sama sekali tentang kejadian di tanah mengerikan itu. Bersyukur ia menjadi wanita karir yang sukses. Seluruh bisnis hotel serta apartemennya terkenal di seluruh dunia, yang bernama Niria untuk hotel dan Rilian untuk apartemennya. Walau sudah sepuluh tahun yang lalu, namun tetap Niria tidak bisa melupakan peristiwa yang telah menimpa hidupnya. Suatu tempat dimana mimpi buruk dan cinta sejatinya bersatu. Sampai saat ini ia masih ingat bagaimana pertamakali ia bertemu dengan Rilian, cara bicara Rilian yang sering terngiang di telinganya. Dan masih bersabar menantinya kedatangannya. Sangat sabar…

Suatu hari Niria akan mengadakan pertemuan dengan teman-teman bisnisnya di Jakarta. Widi, Andriani, Indah, dan Raditya adalah teman yang sudah dianggap sebagai saudara sendiri bagi Niria.

Mereka membicarakan lahan kosong milik pengusaha muda kaya yang berada di Bintan dan Bali. Menurut mereka kedua tempat itu adalah lokasi paling strategis bagi mereka untuk berinvestasi. Setelah perundingan alot dilaksanakan, akhirnya mereka setuju untuk menanam sahamnya di sana yang rencananya agar dijadikan hotel bintang lima.

Setelah seminggu kemudian, inilah waktunya untuk bertemu dengan pengusaha tersebut. Mereka sudah membuat janji pertemuan pukul sepuluh siang di restoran hotel milik Andriani di Surabaya.

Dua menit menunggu, namun bagi wanita-wanita ini waktu lebih mahal dari pada uang, sehingga mereka mengomel-ngomel sendiri, dan mengomentari kinerja pengusaha muda ini dengan opini mereka masing-masing , ada yang berkata ini pertanda buruklah, ada yang berkata pria ini tidak profesional, ada yang berkata tidak ingin membuat perjanjian dengan pengusaha ini lagi dan lain sebagainya. Tetapi tidak dengan Niria, ia sabar menunggu sambil membaca buku novel kesukaannya dan sesekali mencicipi buah-buahan yang tersedia di meja. Giginya yang indah menghiasi tawa kecilnya, ketika melihat teman-temannya seperti kebakaran jenggot sendiri.

Tidak lama kemudian orang yang ditunggu-tunggu sudah datang. Dengan terengah-engah seperti habis berlarian, dia meminta maaf pada seluruh orang dan berusaha menjelaskan mengapa ia telat datang. Widi yang sudah mengeluarkan ekspresi kesal, segera ingin melanjutkan pertemuan mereka dengan pembicaraan yang lebih bermutu. Tetapi ada satu orang yang berwajah lebih aneh dari pada semuanya sampai menjatuhkan gelas air minumnya ke lantai, dan di saat itu juga ia sadar telah membuat salah satu temannya rugi besar akibat perbuatannya. Niria berusaha memungutnya namun tangannyalah yang berdarah akibat pecahan tajam gelas tersebut,” Auuuuuuw!!!”, ia memegangi jarinya sambil meniupkannya dengan penuh ketelitian.

Lalu ada yang datang dengan spontan meraih luka Niria. Ia menghembuskan napasnya , namun aneh, napas tersebut membentuk suatu lingkaran yang mengelilingi luka Niria, rasa pedih berubah menjadi dingin, seketika kulit menjadi kering dan mengelupas,” Bagaimana? Baikan bukan?”,dengan senyuman yang tak terlupakan, sejuk, dingin merasuk,” Perkenalkan nama saya Chandra senang bertemu dengan anda”. Ia memeluk Niria yang masih ternganga, dengan pelukan hangatnya seperti di kala hujan menyatukan mereka...” aku menepati janjiku bukan? Tenanglah aku sekarang disampingmu”. Sungguh hari itu adalah hari terbaik bagi Niria di sepanjang hidupnya. Yang diakhiri oleh tangis haru air mata. Dari cinta sejati mereka.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

hi

Anonim mengatakan...

ah...ga menarik

Wahyu Ardhex mengatakan...

yahhh lumayan